Film 5 cm Diciptakan untuk Gagal

https://fs.genpi.co/uploads/data/images/film%205%20cm.jpg

TANGGAL 12 Desember 2012, sebuah film berjudul “5 cm” garapan Rizal Mantovani, yang bisa disebut film Indonesia paling fenomenal di tahun 2012, resmi dirilis. Pemilihan tanggal rilis 12.12.12 juga seakan ingin menunjukkan kepada para penonton bahwa ini adalah film yang spesial. Film 5 cm yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Donny Dhirgantoro ini memang sukses menyedot banyak penonton. Tidak kurang dari 2 juta penonton memadati teater yang memutar film tersebut di bioskop-bioskop seluruh Indonesia.

Film ini dibintangi oleh Fedi Nuril (sebagai Genta) Denny Sumargo (sebagai Arial), Herjunot Ali (sebagai Zafran), Raline Shah (sebagai Riani), dan Igor Saykoji (sebagai Ian). Mereka berlima sudah menjalin persahabatan selama sepuluh tahun lamanya. Selama itu pula mereka selalu bersama sampai suatu ketika Genta memiliki sebuah rencana besar; tidak boleh bertemu dan berkomunikasi lewat media apapun selama tiga bulan. Setelah tiga bulan berselang, mereka berlima (serta Adinda yang diperankan oleh Pevita Pierce, adik dari Arial) bertemu di tempat yang sudah dijanjikan untuk merayakan pertemuan itu, yaitu melakukan perjalanan panjang menuju puncak Mahameru dan mengibarkan bendera merah putih tepat tanggal 17 Agustus di atap tertinggi pulau Jawa.

Gaung film 5 cm ini baru saya dengar saat akan melakukan pendakian ke gunung Semeru antara tanggal 18-21 Oktober 2012 dan bertambah ramai saat saya melakukan pendakian Semeru untuk keduakalinya antara tanggal 22-25 Desember 2012, sepuluh hari setelah film itu dirilis.

“Efek film 5 cm,” celetuk kawan sesama pendaki saat berada di pinggir danau Ranu Kumbolo.

Sebagai pendaki baru, saat itu saya memang banyak bertemu dengan pendaki-pendaki baru lainnya di sepanjang jalur pendakian. Sebagian dari mereka hanya sampai di Ranu Kumbolo dan Oro-oro Ombo,  tapi tidak sedikit juga yang sampai di puncak Mahameru. Tidak seperti pendaki biasanya, kebanyakan dari mereka berpenampilan seperti akan hangout ke mal dengan celana jeans, sepatu converse, dan juga memakai kemeja. Mungkin benar apa yang dikatakan kawan pendaki saya, “Efek film 5 cm”.

Membeludaknya jumlah pendaki Semeru setelah film 5 cm dirilis menyita perhatian kalangan media, termasuk kritik dari kalangan sesama pendaki di laman blog. Portal berita online surya.co.id mencermati bagaimana film ini bisa menarik banyak pendaki-pendaki pemula:

Dari rekap data BBTNBTS hingga berita ini ditulis, Selasa (01/01/13) malam, jumlah pendaki yang datang ke Semeru membengkak sampai angka ribuan. Pada tanggal 31 Desember 2012 tercatat ada 2.250 pendaki yang datang ke Semeru melalui Pos Ranu Pane, tanggal 1 Januari 2013 meningkat menjadi 2.410 pendaki. Sedangkan hingga Selasa malam, jumlah pendaki yang turun mencapai 1.438 orang.

Melonjaknya jumlah pendaki di perayaan tahun baru ini, adalah juga imbas dari film 5 Cm yang tayang perdana di bioskop pada tanggal 12 Desember 2012 lalu. Film yang dibintangi Pevita Pearce ini bercerita tentang enam remaja Jakarta yang melakukan pendakian ke Mahameru.

“Iya, bisa jadi melonjaknya pendaki Semeru karena pengaruh film 5 Cm. Sejak film ini di-launching, di akhir Desember 2012 banyak pendaki yang datang ke Semeru, dan puncak kepadatan pendaki terjadi di perayaan tahun baru,” kata Ayu Dewi Utari, Kepala BBTNBTS.

Selasa, 1 Januari 2013

Meskipun sudah ramai diperbincangkan secara luas, saya sendiri belum merasa tertarik untuk melihat film tersebut. Baru setelah memasuki bulan Juli 2013, ketika film ini kembali ramai dibicarakan di grup-grup komunitas pendaki gunung di Facebook, akhirnya saya penasaran juga dan ingin melihatnya.

Saya berharap ada yang ‘Wah’ dari film tersebut ketika melihatnya, mengingat saya sudah memiliki pengalaman mendaki di gunung yang sama sebelumnya. Namun, setelah selesai melihat film terserbut ada semacam “kegalauan” di benak saya. Bagaimana bisa? Kok bisa? Dan akhirnya, saya berkesimpulan bahwa film 5 cm jelas bukan film spesial seperti yang banyak digembor-gemborkan selama ini, atau tanpa merendahkan siapapun saya berani mengatakan bahwa 5 cm memang diciptakan untuk gagal sebagai film perjalanan.

Saya akan mencoba menguraikan sedikit hal-hal yang membuat saya “galau” dan sikap-sikap lain yang “sak karepe dewe” (semaunya sendiri) ­dalam film ini:

  • 1. Adegan di Stasiun

Sesuai dengan perjanjian, mereka berenam bertemu di Stasiun Senen, Jakarta dengan tujuan Malang. Ian (yang diperankan Igor Saykoji) datang terlambat dan hampir ketinggalan kereta. Dengan tubuhnya yang gendut Ian susah payah mengejar kereta yang sudah berjalan cepat dengan beban karrier dan menenteng satu kardus mie instan. Sesuai dengan skenario yang sudah ditulis, Ian bisa mengejar kereta dengan bantuan Genta. Apa isi karrier Ian? kosong kah? Ah, itu kan cuma film. Ok.

2. Logistik dan Perlengkapan

Sebagai pendaki pemula, karrier yang mereka panggul di punggung masing-masing bisa dikatakan wajar, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Tapi akan menjadi tidak wajar ketika kemudian mereka bermalam dengan tenda yang bisa dikatakan sangat besar. Itu tenda siapa? Bagaimana dan seperti apa mereka membawanya? Ah, itu kan cuma film. Ok.

Dari segi logistik, sebagai pendaki pemula, tidak banyak minum dan makan sepanjang perjalanan bisa dikatakan hebat. Ini bisa saja dilakukan pendaki pemula, tapi dengan perjalanan yang begitu jauh dan menguras tenaga jelas menjadi hal yang tidak wajar jika hanya berbekal satu botol air untuk enam pendaki. Dan juga, pendakian Semeru digambarkan cukup mudah dan singkat. Ya, itu Cuma film.

3, Trek Ranu Pane-Arcopodo-Puncak

Dalam film tersebut, pendakian dilakukan dari pos Ranu Pane dan langsung menuju pos Arcopodo. Sebagai pemula dan penduduk kota yang mengaku tak pernah berolah raga bisa melakukan perjalanan dalam sehari dari Ranu Panme-Arcopodo-dan langsung puncak Mahameru sungguh luar biasa. Saya tidak mengatakan tidak bisa. Bisa saja. hanya saja hal itu sangat jarang dilakukan oleh pendaki pemula. Ah, itu kan cuma film. Ok.

4. Tempat Angker dan Hujan Abu Vulkanik

Inilah adegan yang membuat geli. Ketika sampai di Kalimati, suasana yang awalnya menyenangkan dalam perjalanan mendadak menjadi horor saat mereka lewat di antara pepohonan yang dedaunannya meranggas. Itu jalur mana?? babat alas? Itu jalur yang dibuat sendiri menuju Pos Kalimati! Ah, sudahlah itu kan cuma film.

Yang lebih menggelikan lagi adalah ketika ada hujan abu vulkanik di Kalimati. Okelah, di kawah Jonggring Seloka, di puncak Mahameru, memang masih sering terjadi letupan-letupan kecil, tapi abu bisa sampai ke Kalimati? Itu hanya ada di film 5 cm.

5. Jalur Maut Menuju Mahameru

Nah, ini adalah adegan paling dramatis dan menegangkan dalam film 5 cm, dimana jalur berpasir menuju Mahameru digambarkan seperti jalur maut. Awalnya mereka baik-baik saja sebelum longsoran batu membuat Adinda dan Ian tersungkur di atas pasir. Dilihat dari proses bagaimana Ian tertimpa batu dan terlempar ke bawah, luka kecil di keningnya jelas menunjukkan kuasa Tuhan, dan perkara maut hanya Tuhan yang tahu.

Setelah tindakan penyelamatan yang heroik, akhirnya mereka pun sampai di puncak Mahameru dan melakukan pengibaran bendera merah putih. Selamat…

6. Skeptis Terhadap Peraturan

Untuk merayakan keberhasilan mencapai Mahameru serta meluapkan kekaguman mereka pada kejutan yang diberikan Genta, mereka pun menceburkan Genta ke Ranu Kumbolo. Setelah berhasil menceburkan Genta, mereka semua menceburkan diri ke Danau, kecuali Adinda. Tapi…… Eits! Di sana ada peraturan dilarang mandi, mas! Terlalu…!

Sebagai penikmat film (dan bukan berarti pandai dalam mengapresiasi film), setidaknya saya masih bisa sedikit menikmati bagaimana  film ini berusaha menunjukkan pentingnya persahabatan dan mencoba mengeksplorasi keindahan Semeru, namun ada banyak hal yang dilupakan oleh film ini, bahwa mendaki Semeru tidak semudah film 5 cm.

Dalam pendakian gunung manapun, diperlukan persiapan fisik, mental, dan perlengkapan yang cukup untuk menjaga keamanan diri sendiri dan kawan lainnya, dan itu yang tidak dicermati dalam film ini. Hal lain yang dilupakan oleh film ini adalah pesan moral tentang pendakian, termasuk tentang kebersihan alam dan ketaatan terhadap peraturan.

“Tidak ada nilai edukasi semisal kepedulian terhadap lingkungan. Bukan kurang namun tidak ada sama sekali yang bisa menggerakkan untuk peduli kepada kebersihan kawasan Gunung Semeru.

Sukaryo, aktivis Pecinta Alam Semeru (PAS) kepada Tempo, Ahad, 19 Mei 2013.

Seiring banyaknya pendaki yang ingin menjenguk Semeru, terutama setelah film ini dirilis, kapasitas sampah juga semakin banyak. Kesalahan memang tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada film, melainkan dibutuhkan kesadaran masing-masing pendaki. Hanya saja, sebagai film yang diyakini menarik banyak penonton, seharusnya diselipkan pesan-pesan moral untuk tetap menjaga kebersihan alam indonesia tercinta kita. Salam Lestari! (*)

23 responses to “Film 5 cm Diciptakan untuk Gagal”

  1. namanya juga film jadi wajarlah klo gk begitu detail.. intinya film ini kan menceritakan kisah nyata yang di alami oleh sang penulis dan kawan – kawannya. jadi ya jgan lihat bgaimana film itu berjalan, tpi lihatlah inti dari perjuangan mereka ber 6 yang bisa sampai ke puncak mahameru. Maaf klo ada salah kata 🙂

    1. Tanggapan aktivis: “Tidak ada nilai edukasi semisal kepedulian terhadap lingkungan. Bukan kurang namun tidak ada sama sekali yang bisa menggerakkan untuk peduli kepada kebersihan kawasan Gunung Semeru.”

      Sukaryo, aktivis Pecinta Alam Semeru (PAS) kepada Tempo, Ahad, 19 Mei 2013.

      1. Vera Erayantini Avatar
        Vera Erayantini

        Menurut saya nilai edukasinya banyak. Persahabatan, saling membantu saat mendaki yg ditunjukan dlm film ini. Belajr jujur jangn gengsi ketika capek. Menikmati proses pendakian seperti dibilang genta, “berjalan sambil ngobrol biar ga cape.” Nilai edukasinya, ya untuk mencapai tujuan, kita tidak hanya fokus ke atas, tujuan saja, yaitu puncaknya aja tetapi juga menikmati prosesnya.

        Nilai-nilai mencintai alam juga ada. Waktu Zafran bilang ke Ian, “Jangan bikin bisnis banana boat di sini, kasian airnya tercemar,”begitu point yg disampaikan Zafran. Jika memang tidak boleh mandi di sana sya kira itu karena bahaya, shingga tidak diperbolehkan. Namun seandainya tidak bahaya, mandi hanya untuk sekedar membasuh duiri asal tidak pakai sabun iti ga masalah seharusnya. Makna bahwa kia dipekukan alam, berapa besar jasa alam bagi kita yang menjadi bagian kecil darinya.

        Tentang membawa 1 botol minum untuk pendaki pemula itu, juga anda perlu menonton ulang film ini. Mereka tidak membawa 1 botol untuk 6 orang, setiap orang membawa air masing2. Itukan adegan ketika Ian meminta air ke Zafran lantaran airnya sendiri sudah habis. Ia juga mengatakan air teman-teman yang lain pada habis yang artinya mereka semua memang sudah bawa air sendiri2. Adegan ini ingin memberithu ke masyarakat khususnya anak muda, jangan takut mendaki, jangan takut menghadapi tantangan, persiapkan diri, untuk kutlrang-kirangnya Tuhan tidak diam. Dibaratkan saat perjalan yang begitu jauh ke puncak mahameru di pertengahan ada surganya gunung, limpahan air segar untuk menguatkan perjalanan kita kembali. Kita juga tidak sendiri, ada teman2 lain yang siap membantu, yaitu saat mereka juga sempat minta air ke pendaki yg lain.

        Selain itu masih banyak lagi nilai2 lain yang ditunjukan dalam film ini. Seperti 6 hal yang diucapkan masing dari mereka saat memulai perjalanan. Mendaki semeru todak mudah, hal ini ditunhykan saat batu2 yang berhatuhan dangenta juga bilang “hanya disiplin yang bisa membuat mereka selamat dalam pedakian ini”

        Jika ada hal2 yang dilebih2 kan, namanya film mereka tetap harus membuat menarik film ini. Memang seperti mustahil seorang yg gendut seperti Ian dengan bebab betat bisa masuk kereta yang sudah berjalan, justru gilm ini ingin menunhukan dengan usaha yang keras dan dukungan sahabat2 tercinta tidak ada sesuatu yg tidak mungkin. Kita hanya tinggal berjuang.

        Saya paham ribetnya menggunakan jins naik gunung, karena saya yg seblumnya tidak pernah mendaki pernah mengalaminya naik gunung dg jins, namun bagi saya dalm film ini cukup masuk ajal karena mereka awam naik gugung dan juga keberangkattnya juga tidak tahu akan mrndaki. Maka kesalahn seperti itu mungkin terjdi.

        Diluar semua yang kurang-kurang menurut uang lebih mengerti tentang film, bagi saya penikmst film, film ini bagi saya adalah salah satu film terbaik Indonesia yang sering saya tonton ketika saya mulai bermalas-malasan. ^^

  2. Klo menurut saya sih, jgn hanya komentar dr segi detailnya aj, karna mereka ga hanya sekedar mendaki disana, mereka harus menghafal dialog dan menghafal & acting sembari berada disituasi seperti itu bkn hal mudah kan? Mungkin memang anda lbh expert dlm daki mendaki dibanding mereka, tp bisakah beradu acting dan mendaki sekaligus? Maaf jika kurang berkenan 🙂

    1. Tanggapan aktivis: “Tidak ada nilai edukasi semisal kepedulian terhadap lingkungan. Bukan kurang namun tidak ada sama sekali yang bisa menggerakkan untuk peduli kepada kebersihan kawasan Gunung Semeru.”

      Sukaryo, aktivis Pecinta Alam Semeru (PAS) kepada Tempo, Ahad, 19 Mei 2013.

  3. Harusnya di kasih tambahan kata kata yg disampaikan di puncak itu..
    “Jagalah lingkungan Indonesia kita”

  4. Hem…… semeru…… setuju dengan penulis…. tapi semua balik lagi.. “maklum ini cuma film” …. tpi ingat.. anak cucu kita juga harus bisa merasakan ganasnya hutan kaki gunung semeru…. taun baru 2015 kmarin aja udh ad larangan “Membakar sesuatu”. Ehh.. malah ada yg bakar2 semaleman….

  5. Klo semeru kebakaran lagi gimanaaa….? Hmm…

  6. Adiartha Nugraha Avatar
    Adiartha Nugraha

    tenang bang, mereka cuman pecinta film bukan pecinta alam jadi kagak paham arti itu semua 🙂 aye setuju sama abang penulis artikel ini!

  7. Adiartha Nugraha Avatar
    Adiartha Nugraha

    pecinta film bukan pecinta alam, kasian banget loe yg cuman duduk depan layar !

    1. Yang di depan layar bukan cuma pecinta film bro, banyak pecinta alam yang nonton 5cm

  8. Film mampu mengubah cara berpikir seseorang, apalagi untuk mereka yang hanya duduk di dalam ruangan, menikmati film sambil makan pop corn tanpa melihat keluar. Semoga film membuat pemikiran menjadi lebih terbuka, bukan malah menyempit seukuran gedung bioskop… hehehe

  9. sya juga pernah liat film soekarno, peci yang dipakai soekarno yang asli sepertinya berbeda merk dengan aktornya~~

    1. tidak perlu peci asli, Bro…. yang dipermasalahkan bukan asli atau palsu. Tapi, lebih ke persiapan dan safety pendakian, terlebih pesan kelestarian. Termasuk tidak melanggar aturan seperti mandi di danau ranu kumbolo yang jelas2 dilarang..hehe

  10. sepertinya film nya untuk mempromosikan alam aja ya kayanya,, mungkin kalo mau yang detail kayanya namanya dokumenter atau reportase… sperti jejak petualang trans7,,~~ pasti banyak kebohongan dan drama mas/mba,, maaf,,

  11. gue setuju juga sama penulis artikel ini…
    waktu gue ke semeru sebelum tahun baru kemaren, emang sih pengunjungnya makin banyak, dan sampahpun semakin banyak…

    gue sempet prihatin banyak banget sampah yang di buang di jurang2…gue sampek dapet sekitar 1 sak sampah …sebenernya sih masih banyak sampah lagi , sayangnya gue udah gak ada karung lagi..

  12. setuju sama penulis…di dalam film “5 cm” itu gak ada pesan positif untuk alam….kalo ingin menggambarkan persahabatan saja kenapa sutingnya d gunung (alam), kok nggak di mall atau tempat lain yang ada pak kebunnya???…..

  13. Wah tulisan yg bagus nih 😀. Kebetulan saya juga abis nulis dampak film 5 cm. Masih sering ngeblog kah? Main2 ya gan ke blog saya.

  14. Yang paling penting menurut saya, mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan sajian film yang terbaik. Sejauh ini film yang mengangkat hal seperti ini sangat jarang di sajikan dan bagi saya baru film 5cm yang bisa memberikan yang terbaik di bandingkan yang lainnya. Dan perlu diingat latar belakang dari pembuat film bukan seorang pecinta alam wajar hal itu terjadi, jangan pernah membandingkan dengan seseorang yang memang pecinta alam. Sangat bagus anda memberikan kritik, mengingatkan akan hal tersebut dan semoga kritik anda membangun film dengan tema seperti ini menjadi lebih baik. Satu hal yang anda mungkin tidak sadari, judul artikel yang anda buat sendiri sangatlah tidak etis dn terkesan menjatuhkan suatu film. Sama sekali tidak menghargai “diciptakan untuk gagal”? Waw seolah kritikus sejati yang sempurna namun sebenarnya menjatuhkan karya orang lain. Mengajarkan untuk cinta kebersihan, tidak merusak sesuatu mengotori atau mencemarkan sesuatu. Namun anda sendiri merusak karya orang lain mencemarkan karya orang lain dengan “kata-kata”. Sungguh tidak bertanggung jawab dengan kata2 anda sendiri. Berpendapat boleh, tapi setidaknya yang bertanggung jawab dan santun tentunya tidak menyakiti.

    1. karya orang lain tidak akan rusak hanya karena dikritik. Tapi memberi contoh tidak benar seperti mandi di ranu kumbolo adalah pengaruh yang nyata bagi pendaki2 yg tak bertanggung jawab untuk menirunya. Dan itu melanggar aturan. Anda bisa beri contoh kata-kata yang bertanggung jawab? hehehe.. terima kasih

  15. Film ini kan adaptasi dari novelnya apa yang ada di film kan berusaha sama dengan novelnya. Dan novel itu juga pengalaman pribadi penulis bukannya? Mungkin sepengalaman penulis seperti yang ada di film dan kita juga tidak tau si penulis itu melakukan pendakian kapan atau pengalaman itu mungkin waktu dulu dia alami

    1. adaptasi boleh, melanggar aturan jangan. Tetap ada aturan yang patut ditaati demi pembelajaran bagi pendaki2 muda yang senang naik gunung setelah nonton film ini.

Leave a comment

Blog at WordPress.com.